"Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci. Dan, bencilah orang yang kamu benci sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai." (HR. At-Tirmidzi)
sebagai seorang wanita jelas kita akan sangat senang sekali saat pasangan kita mencurahi kita dengan sebanyak mungkin kasih sayang, menjadikan kita ratu tertinggi di hatinya, dan memanjakan kita dengan cintanya yang teramat dalam. Namun berhati-hati dan tetap waspada adalah hal yang utama. Karena, cinta itu bagi kita adalah layaknya air bagi tanaman. Jika kekurangan air maka tanaman itu akan layu, meranggas, kemudian mati. Dan jika berlebihan, air itu akan membusukkan akar-akarnya dan mencerabutnya juga dengan paksa dari kehidupannya. maka harusnya kita sadar bahwa sesuatu yang berlebihan tidaklah baik. jika pasangan begitu menyayangi kita, nasehatilah ia agar menyayangi sewajarnya. Sebagaimana takaran air yang pas bagi tanaman. Yang akan mampu menumbuhkannya secara perlahan, memekarkan kuncup-kuncupnya hingga menjadi bunga, dan meranumkan buahnya hingga rasa manis kemanfaatan bisa dirasakan.
Begitulah dahsyatnya energi dari cinta dan benci yang tidak dikelola dengan menggunakanprinsip keseimbangan/kewajaran. Ia akan mampu membinasakan pemiliknya. Seperti kisah yang sudah sangat terkenal semisal Laila Majnun, Romeo Juliet, dan seabreg kisah roman picisan yang akhirnya ditiru oleh manusia yang mengaku dirinya para pecinta yang karena cintanya yang teramat dalam (katanya..) kepada kekasihnya maka berlakulah bagi mereka kaidah-kaidah: jika kau mati ku juga mati, atau jika kau putuskan aku maka ku mati, atau jika kau sakiti hatiku kau yang kupastikan mati. Naudzubillah..
Dan ternyata masalah ketidakwajaran dalam mencinta dan membenci ini tidak hanya menjadi problem di kalangan masyarakat awam. Di dunia para aktivis yang sudah berkeluarga pun tak kalah banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh hal ini dengan segala turunannya. Kebanyakan, bukan karena berlebihan dalam membenci tapi dalam hal mencintai.
Berapa banyak pasangan yang semula sangat memuja pasangannya tapi kemudian karena ada satu dua hal kecil yang tidak ia harapkan dilakukan pasangannya maka kemudian yang terjadi adalah pertengkaran tanpa ujung. Dengan sekejap, cinta yang menggunung tiba-tiba berganti dengan benci yang pekat bergulung-bergulung. Yang akhirnya membawa kepada perceraian dan permusuhan seumur hidup.
Maka bijak sekali Umar bin Khattab ra yang menasehati putranya: "Hai Aslam, jangan jadikan cintamu sebagai beban dan jangan sampai bencimu membuat binasa."
Aku bertanya: "Bagaimana hal itu bisa terjadi?"
Beliau mengatakan: "Jika engkau mencintai, janganlah berlebihan seperti seorang anak kecil mencintai sesuatu. Dan, jika engkau membenci, janganlah berlebihan hingga engkau suka mencelakai sahabatmu dan membinasakannya." (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad)
Atau juga yang telah diungkapkan melaui bait-bait indah para penyair.
Jika engkau membenci, bencilah dengan kebencian sewajarnya
Karena sesungguhnya engkau tidak tahu, suatu ketika engkau akan kembali
Jika engkau mencintai, cintailah dengan cinta sewajarnya
sebab engkau tidak tahu, suatu ketika engkau memutus cinta itu
(Hadbah bin Kasyram)
Cintailah kekasihmu dengan cinta sewajarnya
Niscaya tidak akan membebanimu bila kamu memutus cinta itu
Dan bencilah musuhmu dengan benci sewajarnya
Karena bila engkau berusaha untuk mencintainya maka engkau akan bersikap bijak padanya
(An-Namar bin Taulab)
Namun sebagai seorang wanita jelas akan sangat senang sekali saat pasangan kita mencurahi kita dengan sebanyak mungkin kasih sayang, menjadikan kita ratu tertinggi di hatinya, dan memanjakan kita dengan cintanya yang teramat dalam. Tapi berhati-hati dan tetap waspada adalah hal yang utama. Karena, cinta itu bagi kita adalah layaknya air bagi tanaman. Jika kekurangan air maka tanaman itu akan layu, meranggas, kemudian mati. Dan jika berlebihan, air itu akan membusukkan akar-akarnya dan mencerabutnya juga dengan paksa dari kehidupannya. Maka mintalah dia, agar mencintai secara wajar. Sebagaimana takaran air yang pas bagi tanaman. Yang akan mampu menumbuhkannya secara perlahan, memekarkan kuncup-kuncupnya hingga menjadi bunga, dan meranumkan buahnya hingga rasa manis kemanfaatan bisa dirasakan.
Lalu apa takaran kewajaran itu? Semoga tak lebih dan tak
kurang: ILMU DAN IMAN.
Allahu a’lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar